BAGAIMANA KALAU UJIAN NASIONAL DIHAPUS SAJA?
Di tengah
carut-marutnya penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) marilah kita berpikir
ulang tentang perlu-tidaknya UN. Namun, hasil pemikiran kita ini
hendaknya tidak pretensikan akan didengar atau dilirik oleh para
pengambil kebijakan. Syukur-syukur kalau didengar. Bila tidak didengar,
cukuplah untuk bahan perenungan kita sendiri atau mungkin diperjuangkan
dengan berbagai cara.
Telah lama pro-kontra pelaksanaan UN
terjadi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
bersikukuh bahwa UN harus dilaksanakan. Standar kualitas lulusan secara
nasional adalah satu-satunya alasan yang paling penting
diselenggarakannya UN. Itu pun di masa lalu diputuskan dengan canggung.
Kadang-kadang disebutkan bahwa UN hanya untuk pemetaan tentang kondisi
sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Kenyataannya, publik sampai
sekarang tidak dapat mengakses informasi tentang peta pendidikan di
Indonesia.
Sekarang to the point saja. Sebaiknya UN tidak lagi
dilakukan untuk menentukan kelulusan siswa. Menurut Juru Bicara
Kemendikbud barusan di sebuah TV swasta (Jumat, 19/4/2013), UN
menentukan kelulusan dengan proporsi 60%, sedangkan ujian sekolah
proporsinya 40%. Kalaupun mau diselenggarakan, UN harus benar-benar
HANYA untuk pemetaan tentang kualitas sekolah secara nasional.
Pada prinsipnya UN lebih baik ditiadakan saja. Mengapa?
(1) Kelulusan anak sekolah ditentukan oleh penyelenggara sekolah,
khususnya pengajarnya. Tidak adil kelulusan ditentukan oleh pihak lain
yang tidak mengajar anak tersebut. Ini merupakan prinsip dasar evaluasi
pendidikan. Karena kelulusan sekolah melibatkan beberapa mata pelajaran,
maka penentuannya dikoordinasikan oleh sekolah.
(2) Secara teknis
dan prosedur UN akan mengalami hambatan yang sangat berat. Wilayah
geografis Indonesia sangat luas. Infrastruktur pendistribusian soal
ujian masih buruk. Mentalitas kejujuran masih rendah.
(3) Dari sisi
praktik selama ini belum dapat dilihat dengan signifikan pengaruh UN
terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
(4)
Dampak penyelenggaraan UN justru mengarah pada hal-hal yang ironis
dengan tujuan pendidikan. Kecurangan terjadi di mana-mana, baik yang
dilakukan oleh guru, sekolah, maupun siswa, atau bahkan yang lain.
(5) Biaya yang diperlukan sangat besar. Untuk tahun ini saja diperlukan
Rp 543,45 miliar. Uang sebanyak ini dapat dialihkan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan atau memperluas akses masyarakat miskin terhadap
pendidikan.
Kalau UN dihapus, lalu bagaimana dengan standar kualitas?
Bila UN dihapus tidak berarti standar pendidikan nasional tidak bisa
dicapai. UN adalah salah satu instrumen saja. Masih ada instrumen yang
lain. Apa?
(1) Dengan meningkatkan efektivitas supervisi,
meningkatkan kualitas guru di seluruh Indonesia, memperbaiki
infrastruktur sekolah, menambah koleksi perpustakaan.
(2) Dengan
menyelenggarakan ujian bersama beberapa sekolah (misalnya ujian tingkat
kabupaten) dengan mekanisme yang baik yang melibatkan semua sekolah yang
siswanya hendak diuji.
(3) Dengan meningkatkan efektivitas
akreditasi sekolah. Hasil akreditasi dapat digunakan untuk memperbaiki
kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Secara nasional, hasil
akreditasi sekolah juga dapat dijadikan bahan untuk memetakan kondisi
pendidikan di seluruh Indonesia.
Satu lagi dasar logis perlu
dihapusnya UN adalah dengan melihat penyelenggaraan perguruan tinggi. Di
Indonesia hingga saat ini tidak diadakan Ujian Nasional untuk perguruan
tinggi yang sifatnya serentak seperti UN SMP dan/atau SMA/SMK. Toh hal
ini tidak menjadi masalah. Misalnya, Jurusan Ilmu Ekonomi
diselenggarakan banyak perguruan tinggi dari Sabang sampai Merauke baik
negeri maupun swasta, namun tidak pernah diadakan Ujian Nasional Jurusan
Ilmu Ekonomi di seluruh Indonesia.
Dengan dihapuskannya UN
otonomi daerah dikedepankan. Prakarsa atau kreativitas orang-orang
daerah dihargai. Tidak seperti sekarang, daerah-daerah seolah dianggap
tidak mampu menyelenggarakan ujian yang bermutu bagi siswa-siswanya.
Selain itu, hal ini juga mengurangi sentralisme pendidikan yang
berlebihan. UN nasional selama ini juga menjadi "lahan basah" bagi
orang-orang tertentu di Jakarta.
Apa masih kurang alasan untuk menghapus UN? Ya silakan saja dilanjutkan UN seperti sekarang ini kalau mau
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar