Pages

Kamis, 25 September 2014

RUMOR PENGHAPUSAN UN

BAGAIMANA KALAU UJIAN NASIONAL DIHAPUS SAJA?
Di tengah carut-marutnya penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) marilah kita berpikir ulang tentang perlu-tidaknya UN. Namun, hasil pemikiran kita ini hendaknya tidak pretensikan akan didengar atau dilirik oleh para pengambil kebijakan. Syukur-syukur kalau didengar. Bila tidak didengar, cukuplah untuk bahan perenungan kita sendiri atau mungkin diperjuangkan dengan berbagai cara.
Telah lama pro-kontra pelaksanaan UN terjadi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersikukuh bahwa UN harus dilaksanakan. Standar kualitas lulusan secara nasional adalah satu-satunya alasan yang paling penting diselenggarakannya UN. Itu pun di masa lalu diputuskan dengan canggung. Kadang-kadang disebutkan bahwa UN hanya untuk pemetaan tentang kondisi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Kenyataannya, publik sampai sekarang tidak dapat mengakses informasi tentang peta pendidikan di Indonesia.
Sekarang to the point saja. Sebaiknya UN tidak lagi dilakukan untuk menentukan kelulusan siswa. Menurut Juru Bicara Kemendikbud barusan di sebuah TV swasta (Jumat, 19/4/2013), UN menentukan kelulusan dengan proporsi 60%, sedangkan ujian sekolah proporsinya 40%. Kalaupun mau diselenggarakan, UN harus benar-benar HANYA untuk pemetaan tentang kualitas sekolah secara nasional.
Pada prinsipnya UN lebih baik ditiadakan saja. Mengapa?
(1) Kelulusan anak sekolah ditentukan oleh penyelenggara sekolah, khususnya pengajarnya. Tidak adil kelulusan ditentukan oleh pihak lain yang tidak mengajar anak tersebut. Ini merupakan prinsip dasar evaluasi pendidikan. Karena kelulusan sekolah melibatkan beberapa mata pelajaran, maka penentuannya dikoordinasikan oleh sekolah.
(2) Secara teknis dan prosedur UN akan mengalami hambatan yang sangat berat. Wilayah geografis Indonesia sangat luas. Infrastruktur pendistribusian soal ujian masih buruk. Mentalitas kejujuran masih rendah.
(3) Dari sisi praktik selama ini belum dapat dilihat dengan signifikan pengaruh UN terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
(4) Dampak penyelenggaraan UN justru mengarah pada hal-hal yang ironis dengan tujuan pendidikan. Kecurangan terjadi di mana-mana, baik yang dilakukan oleh guru, sekolah, maupun siswa, atau bahkan yang lain.
(5) Biaya yang diperlukan sangat besar. Untuk tahun ini saja diperlukan Rp 543,45 miliar. Uang sebanyak ini dapat dialihkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau memperluas akses masyarakat miskin terhadap pendidikan.
Kalau UN dihapus, lalu bagaimana dengan standar kualitas?
Bila UN dihapus tidak berarti standar pendidikan nasional tidak bisa dicapai. UN adalah salah satu instrumen saja. Masih ada instrumen yang lain. Apa?
(1) Dengan meningkatkan efektivitas supervisi, meningkatkan kualitas guru di seluruh Indonesia, memperbaiki infrastruktur sekolah, menambah koleksi perpustakaan.
(2) Dengan menyelenggarakan ujian bersama beberapa sekolah (misalnya ujian tingkat kabupaten) dengan mekanisme yang baik yang melibatkan semua sekolah yang siswanya hendak diuji.
(3) Dengan meningkatkan efektivitas akreditasi sekolah. Hasil akreditasi dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Secara nasional, hasil akreditasi sekolah juga dapat dijadikan bahan untuk memetakan kondisi pendidikan di seluruh Indonesia.
Satu lagi dasar logis perlu dihapusnya UN adalah dengan melihat penyelenggaraan perguruan tinggi. Di Indonesia hingga saat ini tidak diadakan Ujian Nasional untuk perguruan tinggi yang sifatnya serentak seperti UN SMP dan/atau SMA/SMK. Toh hal ini tidak menjadi masalah. Misalnya, Jurusan Ilmu Ekonomi diselenggarakan banyak perguruan tinggi dari Sabang sampai Merauke baik negeri maupun swasta, namun tidak pernah diadakan Ujian Nasional Jurusan Ilmu Ekonomi di seluruh Indonesia.
Dengan dihapuskannya UN otonomi daerah dikedepankan. Prakarsa atau kreativitas orang-orang daerah dihargai. Tidak seperti sekarang, daerah-daerah seolah dianggap tidak mampu menyelenggarakan ujian yang bermutu bagi siswa-siswanya. Selain itu, hal ini juga mengurangi sentralisme pendidikan yang berlebihan. UN nasional selama ini juga menjadi "lahan basah" bagi orang-orang tertentu di Jakarta.
Apa masih kurang alasan untuk menghapus UN? Ya silakan saja dilanjutkan UN seperti sekarang ini kalau mau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar